
Penulis: Azwar Aripin, Analis dan Pengamat Sosial OKU
Ibarat pepatah, bak petir di siang bolong, beberapa waktu lalu kita semua dikejutkan dengan berita penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) anggota dewan, pemborong dan pejabat Pemda OKU oleh lembaga anti rasuah KPK RI.
Layaknya petir yang melecut dan memukul bumi, kasus inipun menjadi pukulan bagi kita semua, mulai dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Pemerintah Daerah, dan masyarakat OKU merasakan dampaknya. Drama OTT inipun menjadi perbincangan dan pergunjingan di berbagai lapisan masyarakat.
Konon, kasus ini berkaitan dengan pembahasan RAPBD Kab. OKU Tahun Anggaran 2025, dimana APBD yang baru disahkan menyisakan problem. Berawal dari masalah keterlambatan pembahasan RAPBD Kabupaten OKU dikarenakan saat itu belum adanya AKD (Alat Kelengkapan Dewan) pada DPRD OKU.
Sebagaimana yang kita tahu, pembahasan RAPBD tidak dapat dilakukan jika AKD belum terbentuk, dan walaupun sudah mepet injury time, unsur pimpinan dan AKD dapat terbentuk. Dengan keterlambatan pembentukan AKD, akhirnya drama kejar tayang untuk membahas dan mengesahkan RAPBD pun berlakon. Jika tidak segera disahkan, maka OKU tidak akan mendapatkan kuota anggaran dan tidak bisa menjalankan roda pemerintahan secara normal pada Tahun 2025.